Pegal-Pegal Perjuangan
PEGAL-PEGAL PERJUANGAN
*
Namanya “ibu”.
Cita-citanya membumbung.
Modalnya raga.
Modalnya cinta.
Namanya “ibu”.
Pegal-pegal itu biasa.
Hari ini berpayah.
Semoga esok tak lagi lelah.
Semua ibu pasti (pernah) merasa lelah. Semua ibu pasti pernah merasakan pegal-pegal.
Bahkan ibu yang dibantu belasan asisten pun, pasti pernah merasakan pegal. Ketika hamil, ketika bersalin.
Semua ibu pasti pernah merasakan pegal-pegal. Sumber rasa pegal itu adalah hati yang penuh cinta — batin dan raga yang berjuang dengan cinta. Merawat dan mendidik buah hati dengan cinta.
Pegal-pegal perjuangan.
Berjuang hari ini, lelah hari ini.
Semoga hari esok tinggal tersenyum menuai.
Tidak ada orang yang langsung bisa berdiri tegak dalam shalat yang khusyuk di hadapan Rabb-nya. Pastinya mereka pernah melalui masa bayi, ke sana-sini digendong, belum mampu bertumpu di atas kakinya sendiri.
Tidak ada orang yang langsung bisa menyusuri baris-baris mushaf Al-Quran, melainkan sebelumnya pasti pernah belajar membaca.
Tidak ada orang yang shalih/shalihah, orang yang kini menjadi ulama, orang yang kini menjadi pemimpin yang shalih dan bertakwa, orang yang kini menjadi prajurit-prajurit islam, melainkan …
Melainkan mereka pasti melewati masa kanak-kanak.
Tidak ada orang dewasa, melainkan pasti melewati masa kanak-kanak.
Masa yang penuh ketergantungan kepada ayah-bunda.
Masa yang menguji kesabaran ayah-bunda.
Masa yang menjadikan hari ayah-bunda penuh rasa “pegal-pegal perjuangan”.
Sunnatullah demikian adanya. Proses adalah batu-batu pijakan yang membawa ke tujuan.
Bersabarlah dan mohonlah pertolongan Allah.
Laa hawla wa laa quwwata illaa billah.
Pegal-pegal perjuangan hari ini,
semoga berganti dengan senyum bahagia suatu saat nanti.
—
Selasa,
8 Muharram 1440/18 September 2018
Athirah Mustadjab